Sabtu, 05 Oktober 2013


Wuihhh…harga property semakin menggila !!


Hari Sabtu sore, saya mengantar istri saya ke acara rutin bulanan arisan ibu2. Sedangkan saya sendiri bersama dengan dua orang bapak2 menyingkir ke salah satu coffee shop di Living World, Alam Sutera.
Setelah ngobrol2 ngalor ngidul, akhirnya pembicaraan terfokus pada topic property yang akhir2 ini mengalami peningkatan harga yang amat sangat tidak masuk akal. Teman saya yang rupanya ikut terseret arus boom property akhir2 inipun menceritakan pengalamannya.
“Bayangkan”, kata teman saya, ”saya ditawari launching rumah baru di daerah Kelapa Gading, ukuran tanah 6 x 17 m, satu basement dan dua lantai, tahu gak berapa harganya?? 5.2 Milyar !!!. Gila nggakk!!!. Lima koma dua milyar rupiah, untuk rumah dengan tanah seluas 102 m persegi. Dan untuk bisa membeli rumah semahal itu, kudu diundi dulu !!!. Jadi meskipun bawa uang cash sebanyak itu, belum tentu bisa membawa pulang rumah gila itu”. Demikian cerita teman saya berapi-api.
Haaahhh…rumah dengan tanah sekecil itu 5.2 Milyar??
Belum habis saya melongo, beliau melanjutkan: “Kamu tahu kan ruko2 baru yang dari gerbang arah Kayu Putih menuju Kelapa Gading Sport Club?  Ruko di daerah itu, dulu dengan ukuran 5 x 17m 4 lantai pada saat launching ditawarkan seharga 8 Milyar, naik menjadi 12 M, 16M dan terakhir 20 M. Yang gila, ada yang berani membeli pula. Gila ngakk !!“
Fiuhhh…saya kok seperti percaya tidak percaya mendengar celotehannya. Meskipun saya juga sering mendengar kegilaan sector property ini, tetapi saya tidak pernah ikut2an heboh, lha nggak punya duit mau ikutan apa J. Bakalan nggak makan kalau ngikuti kegilaan ini.
Rupanya ketidak percayaan di wajah saya tertangkap juga oleh beliau, sehingga dia segera merogoh Galaxy Note di kantongnya sembari mengatakan akan menunjukkan sms yang baru saja dia terima dari broker property dia.
“Nih, baca sendiri. Sms ini baru saya terima beberapa hari lalu, nawarin saya ruko di Kelapa Gading, tapi saya sudah males mau nelpun, daripada jengkel sendiri mendengar harganya”, katanya sembari menunjukkan sms yang dimaksud.
Penasaran, saya ambil Note dia, saya baca penawaran di sms nya, ternyata tidak ada harga, hanya ukuran lebarnya saja, mulai dari 6, 8, 10 meter disertai nomor telpun. Iseng saya telpun nomor yang ada disana dan saya tanyakan berapa harga ruko yang ditawarkan.
Seorang sales perempuan menerima telpun saya, dan menanyakan apakah saya sudah pernah dihandle oleh salah seorang dari marketing mereka. Saya katakan tidak, saya baru mau tahu dulu kisaran harganya.
Dia katakan, harga ruko 6 x 17m, 4 lantai dimulai dari HANYA 10 Milyaran, tergantung lokasi. Saya meringis mendengar harga yang sedemikian fantastis itu, kemudian saya tanyakan yang ukuran 10 x 17m berapa? Dengan enteng si mbak menjawab: “Mulai dari 20 M saja pak”. Hehhh…20M sajaaaa?? Emangnya bisa dibayar pake potongan Koran….Hanyaaa…Ergghhh…Gemblung bener.
Hal mengenai kegilaan harga property ini juga diulas Kompas beberapa hari yang lalu. Penulisnya mengatakan harga apartment Gandaria City seluas 210 m2 yang tiga tahun lalu dijual seharga 2.6 M per unit,  kini harganya menembus 6.2 M. Apartment seukuran 70 m2 yang dua tahun lalu dijual 1.3 M, sekarang HANYA 3 M hehehe…. Ikut2an developer, kalau pasang harga pakai ditambahi HANYA … gak tahu kalau yang lihat matanya melotot hampir copot.
Kompas juga menulis, bahkan di Serpong, Tangerang, tanah yang lima tahun lalu “hanya” 5 jt per meter persegi, kini sudah 40 jt per m2. Jadi tanah seluas 300m2 sudah seharga 12M, itu belum termasuk bangunan di atasnya. Di DKI, terutama daerah strategis, harga tanah lebih menggila lagi, di daerah Segitiga Emas Jakarta, bisa mencapai hingga 75 jt per m2.
Namun rupanya kegilaan harga property ini tidak hanya terjadi di Jakarta, di Surabaya, rumah ukuran 150 m2 di daerah Surabaya Barat, lima tahun silam dijual seharga 1.9 M, sekarang melompat menjadi 4.6 M.
Di Kompas Minggu, tanggal 7 Oktober 2012, ada tulisan berjudul “Berburu Tanah Pantai”, menceritakan mengenai perburuan investor2 akan tanah di Pulau Moyo. Salah satu tokoh masyarakat disana, di Desa Labuhan Aji, Kecamatan Labuhan Badas, Kabupaten Sumbawa, NTB, tanahnya sudah ditawar 3 juta per m2 belum mau dia jual. Tanah yang sudah bersertifikat dihargai 5 juta per m2. Tetapi investor yang mata gelap memborong juga tanah tanpa surat apapun dengan kisaran harga 2 jt per m2.
So what gitu lho?? Mungkin pembaca heran, kok saya heboh bener, ya biarin aja toh. Kenapa kok saya buang2 waktu untuk mengangkat issue ini sebagai topic tulisan saya. Apa karena saya jengkel tidak bisa ikutan pesta pora property ini? Iya juga sihh wkwkwk….
No no no, bukan karena itu kok, saya menulis ini karena kegilaan ini hanya ulah beberapa gelintir orang yang mengakibatkan banyak sekali masyarakat awam yang ikut2an dan akhirnya salah invest, belum lagi akibat lain yang menyebabkan anak2 muda tidak lagi mampu membeli property.
Saya berharap tulisan saya ini bisa menjadi masukan bagi “investor2” dadakan yang mungkin hanya terbawa arus, impulse buying, tanpa sempat memikirkan impactnya, sementara uang yang digunakan adalah dana2 yg mungkin dipersiapkan untuk kebutuhan lain yang lebih penting.
Hampir semua orang di sekeliling saya ikut2an beli property tanpa jelas end in mind kenapa dia ikut2an membeli, sebagian besar bukan untuk ditempati, tetapi ingin menikmati keuntungan jangka pendek, ingin menjadi investor dadakan tadi. Namun banyak yang tidak terpikir akibatnya.
Ketika saya iseng2 mengikuti launching salah satu perumahan di sekitar daerah Puri Indah karena gosokan teman2 saya. Saya terperangah melihat suasana launching saat itu. Perumahan ini terletak jauh dari jalan besar, hampir 20 menit menggunakan mobil dari outer ring road, melalui jalan yang sempit, yang kalau ada mobil berhenti disisi jalan, pasti macetlah akibatnya.
Ketika tiba di lokasi perumahan baru ini, berbagai merek mobil mewah sudah berderet-deret di parkir di depan kantor pemasaran. Beberapa orang dengan pakaian yang tampak berkelas memasuki ruang pemasaran, selain juga beberapa Om2 dan Tante2 dengan anak2 mereka.
Setiba di dalam kantor pemasaran, alamakk….rame seperti pasar. Ruangan yang berukuran  mungkin sekitar 20 x 30 m atau lebih itu, sudah rapi dipasangi puluhan meja bundar dengan taplak putih. Hampir semuanya penuh terisi calon pembeli dengan ditemani oleh seorang atau dua sales officer.
Setelah saya duduk, saya dihampiri seorang sales officer sambil menenteng brosur dan peta lokasi. Setelah menjelaskan keseluruhan rencana dan lokasi yang akan dibangun dan yang sudah dipasarkan, dia langsung menanyakan:”Jadi mau ambil yang mana pak? Bapak tinggal tanda tangan disini, dan menyetorkan uang tanda jadi sekian…sekian…”.
Upppsss…belum juga lihat lokasi, baru juga denger harganya yang mendirikan bulu roma itu, sudah disuruh tanda tangan dan bayar tanda jadi?? Hehehe… emangnya beli Handphone? Beli handphone aja pake mikir2 dulu, pake muter2 dulu membandingkan harganya. Lha ini ruko 6 x 15 m, 3.5 lantai, berlokasi tengah2 daerah antah berantah, ditawarkan 6.5 M, kagak mau kurang sepeserpun J. Gila…
Dulu…dulu nih, kita masih bisa lokasinya, melihat-lihat bangunannya, melihat show unitnya, memilih hadap utara selatan timur atau barat, mencari KPR yang menawarkan paling murah, kemudian jika sudah mantap baru melakukan tawar menawar. Sekarang, boro2 melihat show unitnya, lokasinya saja masih berupa tanah yang belum diratakan, hanya ada brosur dan selembar denah lokasi. That’s all. Dan kita disuruh memutuskan saat itu juga, kalau tidak:”Sayang pak, pasti diambil orang kalau tidak diputuskan sekarang”. Hehehehe…
Sekarang, semua calon pembeli seperti terhipnotis, mereka tunjuk sana tunjuk sini seakan-akan takut kehabisan unit, dan memang seperti itu kenyataannya. Tante2 dengan dua anaknya, di meja sebelah saya, mengambil tiga unit rumah seharga di atas 2 M, tanpa kebanyakan tanya seperti saya. Entah berapa Om dan Tante lain yang melakukan hal yang sama ketika itu.
Selain itu, yang lebih gila lagi, adalah cerita teman saya. Beberapa zona yang menurut developer “istimewa” harus diundi untuk memperolehnya. Dan untuk mengikuti undian itu kita harus membayar 10 sampai 30 juta untuk bisa memperoleh nomor. Kalau beruntung, baru kita bisa melihat denah lokasinya, dan membelinya, itupun juga tanpa memiliki kesempatan milih2 hadap mana segala macam. Hebat bukan??
Kelakuan developer dan pembeli yang menggila ini, membuat banyak sekali muncul investor2 dadakan tadi, para Om dan Tante yang uangnya tadi hanya disimpan di bawah bantal, di bawah microwave atau toilet, semuanya dikeluarkan. Uang yang mungkin tadinya untuk persiapan pension, atau untuk study atau pernikahan anak, semuanya dicemplungkan ke property. Semua berlomba-lomba tidak mau ketinggalan.
Orang2 juga menjadi semakin serakah, kehilangan akal sehat dan integritasnya. Teman saya tadi bercerita, pernah diundang mengikuti undian launching di salah satu perumahan di daerah Serpong dengan membayar 30 juta untuk memperoleh nomor.
Pada hari H ternyata yang mendaftar 700 orang untuk rumah sebanyak 30 unit saja. Setelah proses pengundian yang mirip seperti pasar itu, dia mendapatkan 1 nomor. Namun ternyata, panitia pelelangan mengatakan bahwa proses pengundian akan dilakukan 2 tahap karena banyaknya peserta. Peraturan dua tahap ini baru disebutkan setelah panitia menyadari membludaknya peserta. Kemarahan pelanggan sama sekali tidak dipedulikan developer, mereka bersikap “take it or leave it”. Kalau mau silakan lanjut, tidak ya pulang sana :) .
Sehari setelah itu, sebelum pengundian tahap kedua dilakukan, salah seorang sales menghubungi teman saya. Dia mengatakan bahwa harga yang tertera kemarin salah harga, harga yang tadinya tertera 1.7 M, diralat menjadi 2.1 M. Alasannya ya itu tadi, salah harga , jadi apakah masih mau terus ikut undian tahap kedua? Padahal harga 1.7 M saja mungkin sebagian calon pembeli kudu memikir berkali-kali untuk membelinya.
Hampir 25% naik dalam sehari !!! Empat ratus juta keuntungan dalam sehari, gila nggak !!! Pelanggan yang tidak punya daya apa2 disudutkan sedemikian rupa tanpa mampu menolak. Kalau mau silakan terus, kalau nggak masih ada ratusan pembeli gila lain yang mau. Take it or Leave it !
Puluhan calon pembeli marah2, bagaimana mungkin aturan dirubah seenak jidatnya dan harga yang sudah pasti melalui keputusan direksi dan sudah disebarkan secara terbuka, diralat juga seenaknya denga alasan salah harga? Hahahaha….gila.
Tidak ada lagi etika bisnisnya, ada kesempatan untuk mencekik, cekik aja. Akibatnya teman saya marah besar, dan bersumpah tidak akan pernah lagi membeli property di perumahan itu. Misinya sekarang, katanya, adalah menceritakan ke semua orang mengenai kebusukan dan keserakahan developer itu.
Sebenarnya apa yang terjadi di atas sah2 saja, nothing wrong with it. Ini semua prinsip dasar ekonomi, semua orang juga tahu, Supply and Demand. Supply sedikit, Demand membludak. Sederhana!
Namun boom property kali ini, menurut saya jauh lebih dahsyat daripada 1998, saat terjadi krisis ekonomi dulu. Menurut saya kali ini jauh lebih hebat, karena developer yang menggoreng harga property adalah raja-raja semua. Luasan yang dipasarkanpun berupa mega proyek semuanya. Sehingga impactnya juga akan terasa lebih dahsyat nantinya. Jika terjadi lagi bubble property seperti 1998 lalu, wahh… tidak terbayang akibatnya.
Coba saja tonton acara di Metro TV setiap Sabtu atau Minggu, pada pagi hari acaranya sudah diblok oleh pengembang raksasa untuk memasarkan dagangannya. Dengan menggunakan artis2 yang belum tentu sanggup membeli juga, mereka menaikkan harga seenak jidatnya. Setiap tayang hari Sabtu, pasti hari Seninnya dinaikkan entah 500 ribu atau sejuta. Setiap minggu. Hebat gak, harga tanah digoreng sedemikian rupa, sehingga membuat orang melakukan panic buying.
Dari hasil survey, sebagian besar pembeli adalah untuk investasi, mungkin berada di kisaran 60 – 70% lebih. Selebihnya baru untuk dipakai sendiri atau untuk usaha.
Belum ada data pasti dari 60 – 70% investor ini, berapa persen investor sejati yang memang hidupnya berjual beli property, dan berapa persen yang investor dadakan seperti Om2 dan Tante2 itu. Namun saya percaya, mungkin lebih dari 50% adalah orang2 awam yang terbawa eforia property ini, orang2 yang mempertaruhkan tabungan atau dana pensiunnya untuk meraih kekayaan dari surga property.
Sekarang coba kita sama2 analisa apakah masuk akal investasi yang katanya luar biasa itu, mohon pembaca membantu saya juga memahami kegilaan investasi di property ini.
Saya tidak membahas mengenai orang yang akan membeli property untuk digunakan untuk ditempati atau untuk tempat usaha, tetapi untuk investasi. Kalau membeli property untuk ditinggali atau dipakai sabagai tempat usaha, maka saya yakin pertimbangannya jauh lebih masak daripada hanya sekedar  mata gelap mengikuti eforia property ini.
Ok, sekarang bayangkan kita semua memiliki sejumlah uang yang ingin kita investasikan di rumah atau ruko. Ada dua kemungkinan yang akan kita lakukan terhadap rumah atau ruko yang kita beli, yaitu dijual atau disewakan. Atau ada yang mau beli untuk dikasihkan saya, eheemmm…saya kok gak nolak ya :) .
Misalkan kita mampu, meskipun dipaksakan, untuk berinvestasi pada sebuah rumah di Kelapa Gading itu. Rumah ukuran 6 x 17m, tiga lantai seharga 5.2 M.
Jika ingin saya sewakan, maka paling tidak saya harus memperoleh return 5% per tahun, sedikit di atas bunga deposito setahun di BCA yang berkisar 4% atau 5.25% di Mandiri (ini utk deposito 1 tahun dengan kisaran dana penempatan 1 – 5 M). Berarti, dari uang sewa, kita mengharapkan memperoleh 5% x 5.2M = Rp. 260.000.000 per tahun alias sekitar 22 juta sebulan. Hmmm…apa iya sih ada yang mau menyewa semahal itu???
Bagaimana dengan harga rumah 6 M, 8 M hingga puluhan M, tinggal dikalikan saja dengan 5%, dan bayangkan adakah ada yang mau menyewa sebesar itu?
Jika ingin kita jual lagi, apakah kira2 ada yang sanggup membelinya? Target seperti apakah yang mau kita sasar? Dengan harga beli 4M, paling tidak kita ingin untung 10% atau taruh kata 500 jt deh, berarti harga jual kita 5.7 M lah.
Coba kita hitung, manusia sejenis apa yang mampu membeli rumah seperti itu.
Saya mempergunakan simulasi KPR di website Bank Mandiri:
Harga Rumah :Rp. 5.700.000.000
DP                   :Rp. 1.900.000.000
Jml Pinjaman   :Rp. 3.800.000.000
Jangka Waktu :15 Tahun
Suku Bunga     :7.5%
Angsuran          :Rp. 35.226.470
Dengan menggunakan kalkultaor simulasi kemampuan bayar di website Bank Mandiri juga, untuk bisa mengangsur sebesar 35 juta per bulan, maka penghasilan yang bersangkutan harus minimal 100 juta net per bulan alias sudah dipotong pajak. Itu dengan asumsi tidak ada angsuran lain yang sedang ditanggung oleh yang bersangkutan.
Saya coba browsing di Internet, mencari-cari macam apa orang yang bergaji sebesar itu sebulan. Saya peroleh hasil survey Kelly Inc, yang telah berpengalaman 21 tahun melakukan salary survey di Indonesia, sbb:
  • Financial Director / CFO Bank dengan pengalaman 12 tahun lebih, antara 75 – 125 jt
  • Country Manager dengan pengalaman 10 tahun lebih, 75 – 150 jt
  • Financial Controller dengan pengalaman kerja 10 – 12 tahun lebih, 35  – 50 juta
  • Sales Manager Bank dengan pengalaman 5 – 10 tahun, 17.5 – 25 jt
Hmmm… kalau dari range salary di atas, yang mampu membeli berarti hanya sekelas CFO atau Country Manager saja. Itupun jika mereka memiliki tabungan untuk membayar uang muka sebesar hampir 2 M di depan!!!
Come on, mau terjual kapan itu rumah, emang ada berapa ekor CFO atau CM di Indonesia sih??? Ada berapa orang dengan penghasilan tetap sebesar itu, kalau di gross kan mungkin 130 an juta gajinya sebulan???
Beberapa orang yang saya kenal, yang dulu berinvestasi pada property2 mahal, terutama apartment, sekarang menjulurkan lidah karena beban angsuran setiap bulan, belum lagi service charge yang tetap ditagih pengembang mau apartmentnya dipakai atau tidak.
Saya yakin banyak Om dan Tante2 yang hanya mendengar indahnya cerita kenaikan property tetapi tidak menyadari dalamnya jurang investasi ini, meskipun tentu banyak juga Om dan Tante2 yang melenggang dengan segepok uang di tangan karena untung besar. Namun sebagian besar yang dananya pas2an, yang hanya ikut2an saja, saya khawatir malah akan sakit jantung.
Saya membayangkan nantinya perumahan2 baru yang dibeli oleh Om2 dan Tante2 ini, karena tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat atau professional2 di Jakarta, akan menjadi perumahan mati. Isinya nanti hanya rumah2 kosong yg tidak laku disewakan apalagi dibeli :( .
Sekarang mari kita coba berandai-andai sanggup membeli ruko di Kelapa Gading luas tanah 144 m2, luas bangunan 453 m2, yang saya cek di tokobagus.com. Saya peroleh harga HANYA 16 M saja, caileee…enteng sekarang omong HANYA.
Jika ingin kita sewakan berarti return yang kita harapkan adalah 5% x 16 M atau sebesar 800 juta per tahun atau atau sekitar 70 juta sebulan.
Hmmm…kalau saya mau menyewa ruko dengan biaya 70 juta sebulan, ditambah biaya operasi lainnya seperti listrik, telpun, internet, air dll maka biaya operasi total saya bersih sekitar 100 juta sebulan.
Kalau bisnis yang akan saya tekuni memberikan keuntungan 10% rata sebulan, berarti minimal supaya bisa menutupi biaya operasi saja, harus 1M. Tentu kita tidak mau berbisnis untuk merugi kan? Kita ingin paling tidak untung 30%, atau 3M. Bisnis apa ya yang konstan bisa memberikan revenue sebesar itu ?? Tentu ada, tapi tidak banyak kan?
Kalau kita ingin jual, saya gunakan Simulasi dari Bank Mandiri juga:
Harga Rumah              : Rp. 20.000.000.000
DP                                : Rp.  7.000.0000.000
Jml Pinjaman                : Rp. 13.000.000.000
Jangka Waktu              : 15 thn
Suku Bunga                  : 7.5%
Angsuran                       : Rp. 120.511.607
Fiuhhhh….berapa banyak yang pengusaha yang punya dana 7M untuk DP saja, kemudian selama 15 tahun dibebani biaya angsuran 120 juta lebih untuk cicilan???
Huhhhh…gila.
Apakah saya salah?
Mungkin karena terlalu banyak analisa inilah saya tidak kaya2, kata si Om dan Tante pemborong property itu :) . Just buy, think later, mungkin begitu nasehat si Om dan Tante :) . Kudu begitukah??
Apakah saya salah?Huhhhh…gila.
Atau permainan ini hanya untuk segelintir orang saja, yang saya yakin tidak lebih dari 5% penduduk Jakarta mampu melakukannya, bahkan mungkin lebih kecil dari 2.5% penduduk Jakarta. Segelintir Developer tukang goreng dan pemilik uang yang tidak tahu harus diapakan uangnya?
Namun akibatnya dirasakan oleh jutaan masyarakat yg belum sanggup membeli rumah, karena dengan naiknya harga rumah di dekat real estate raksasa itu, otomatis juga menaikkan harga seluruh daerah itu, bahkan impactnya sampai ke lokasi2 lain.
Seorang direktur sebuah bank sembari guyon mengatakan ke saya, bahwa dia sangat berterima kasih dengan Alam Sutera, padahal rumahnya di Pondok Indah. Lho kok bisa, jarak Alam Sutera dengan Pondok Indah, puluhan km, bukan bertetangga. Dia katakana alasannya begini, kalau harga di Alam Sutera saja sudah segitu, masa orang membeli tanah di PI yang lokasinya memang primer dan sudah sangat lengkap fasilitasnya, lebih murah daripada Alam Sutera sih?. Begitu katanya, dan akibatnya tanah / rumah di PI pun terkerek naik pula weleh2…
Saya jadi termenung, berapa banyak Om dan Tante yang sekarang sesak nafas ya? Berapa banyak orang, terutama generasi muda, yang tidak mampu menjangkaunya ya? :( .
Sementara itu, beberapa gelintir manusia, terbahak-bahak menikmati pundi2 uangnya, yang setiap detik bertambah terus dan terus dan terusss…
Fiuuhh… betapa gilanya property di Indonesia…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar